• Buku
  • Pentingnya Membela Perempuan dengan Perspektif Perempuan

Pentingnya Membela Perempuan dengan Perspektif Perempuan

Buku Bersama untuk Perubahan, menyodorkan pemikiran tentang perlunya mengubah pola pikir masyarakat dalam mengurangi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.

Buku Bersama untuk Perubahan, penulis Ellin Rozana dan Sri Agustini, (Desember 2011). (Foto: Sarah Ashilah/BandungBergerak.id)

Penulis Sarah Ashilah26 Desember 2021


BandungBergerak.idKekerasan terhadap perempuan dan anak kerap terjadi hingga hari ini. Kasus termutakhir terjadi di Bandung, mengenai kejahatan seksual yang dilakukan pimpinan pondok pesantren, HW (36), terhadap belasan santriwatinya. Saat ini, kasus yang menggemparkan dunia pendidikan ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung.

Dalam kasus yang menimpa perempuan dan anak, peranan hukum sangatlah penting. Namun penanganan sejumlah kasus kekerasan yang terjadi selama ini dinilai belum berpihak sepenuhnya pada korban. Sehingga praktik-praktik pembelaan (advokasi) korban menjadi amat penting, dengan langkah-langkah sistematis, terencana, dan terorganisir agar bisa mendesak kekuasan hukum.

Dalam masyarakat patriarki yang menomorduakan perempuan, perempuan dan anak adalah kelompok yang terpinggirkan. Bantuan advokasi pun tidak jarang menggunakan langkah yang masih belum komprehensif terkait pengalaman-pengalaman yang dialami perempuan dan anak di dunia ini. Untuk menjawab permasalahan ini, Institut Perempuan yang berbasis di Kota Bandung menerbitkan buku berjudul: Bersama untuk Perubahan.

Kekuasaan yang timpang dan hanya berpihak pada penguasa, cenderung berupaya mempertahankan kekuasaannya dan akan terus menindas objek kekuasaannya. Dalam hal ini, kekuasaan patriarki tentunya tidak akan berpihak pada objek kekuasaannya, yakni perempuan dan anak-anak. Kekuasaan patriarki, relatif membuat kebijakan yang menguntungkan satu gender, dalam hal ini laki-laki, agar tetap terlindungi dari berbagai perbuatan semena-mena yang dilakukannya.

Karena itu, Ellin Rozana dan Sri Agustini sebagai penulis buku ini, berpendapat bahwa perlunya merekonstruksi pandangan dan nilai-nilai di masyarakat, sehingga kebijakan yang dihasilkan tidak lagi berpihak pada gender tertentu. Untuk menuju ke arah sana, upaya advokasi berperspektif feminis perlu dilakukan demi mencapai keadilan yang setara tanpa adanya dikotomi gender. 

Dalam mempraktikkan advokasi berperspektif feminis, perlu dipahaminya nilai-nilai feminisme terlebih dulu. Nilai-nilai feminsime ini diantaranya adalah:

1. Pengetahuan dan pengalaman personal. Seorang feminis tentunya menghargai pengetahuan dan pengalaman personal;

2. Rumusan tentang diri sendiri, yang berarti perempuan berhak merumuskan dirinya sendiri;

3. Kekuasan personal. Perempuan berhak memiliki kekuasaan atas diri, pikiran, perasaan, dan tubuhnya;

4. Otentisitas, Kreativitas, dan Sintesis. Dalam hal ini, pengertian, pengalaman, perasaan, dan pikiran-pikiran, dipandang sebagai satu kesatuan yang selaras;

5. The Personal is Political. Feminisme menolak adanya dikotomi publik-privat, maupun personal-politik;

6. Kesetaraan. Kehidupan yang adil hanya bisa tercapai ketika kesetaraan antar gender dapat terwujud sebagai substansi kemanusiaan;

7. Hubungan sosial-timbal balik. Bentuk hubungan sosial ini dapat memberikan ruang serta mendialogkan berbagai pertanyaan;

8. Kemandirian ekonomi, yakni konsep pembagian kerja yang adil dan setara;

9. Kebebasan seksual, di mana perempuan perlu mendefinisikan diri sebagai subjek seksual dan bukanlah objek seksual;

10. Kebebasan reproduksi, pengambilan keputusan menyangkut reproduksi, akses terhadap teknologidan pengetahuan terkait reproduksi, aborsi aman, maupun kehamilan, semuanya berada di atas kendali perempuan itu sendiri;

11. Identifikasi diri pada perempuan, individualitas, keyakinan, potensi, dan persepsi mengenai perempuan, adalah hal yang fundamental;

12. Perubahan sosial, yaitu terjadi ketika upaya dalam memperjuangkan keadilan, kesetaraan dan, kemanusiaan, tidak dijegal oleh kepentingan penguasa;

Kekuatan Politik dalam Masyarakat

Peran feminisme dalam ranah politik begitu penting, mengingat kekuatan politik saat ini masih dikendalikan oleh budaya patriarki. Ketika nilai-nilai feminisme tersebut dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka advokasi berperspektif feminisme pun dapat diwujudkan.

Ciri dari advokasi perspektif feminisme salah satunya adalah pendekatan yang holistik. Feminisme akan memandang persoalan-persoalan dari keseluruhan aspek. Peran intuisi, rasio, dan logika, tidak akan saling mengeleminasi, melainkan sebagai suatu kekuatan pengambilan keputusan politik yang saling melengkapi.

Konsep pikiran, perasaan, dan ketubuhan, di mana kerja-kerja ketiga unsur tersebut dipandang sebagai satu kesatuan utuh, yang mengarahkan pada tindakan yang akan dilakukan perempuan merdeka. Selain itu, advokasi perspektif feminisme tidak akan mengambil keputusan secara hirarkis, melainkan pengambilan keputusan yang setara.

Pengambilan keputusan yang setara akan membentuk pembagian kekuasaan yang adil pula. Feminisme memandang pentingnya pembagian kekuasaan yang merata bagi seluruh golongan. Dalam kata lain, kursi kekuasaan tidak hanya diisi oleh satu golongan yang mendominasi saja.

Karena itu jugalah, feminisme lebih memilih kekuatan individu menjadi sumber kekuatan bersama. Pengorganisasian dengan kesadaran individu secara kolektif akan menciptakan suatu perubahan berbasis feminisme.

Di dalam buku ini, Institut Perempuan meyakini bahwa perubahan sistematis hanya dapat dicapai jika individu-individu di tengah masyarakat telah memiliki kesadaran yang kritis. Namun, tentu saja bukan perkara mudah untuk mengubah kesadaran masyarakat. Dalam hal ini, pendidikan berperan penting untuk merekonstruksi pandangan masyarakat.

Perlu dilakukannya pendidikan kritis feminis di mana peserta didik dapat berperan menjadi subjek pendidikan. Pendidikan kritis feminis ini perlu dilakukan secara terintegrasi antara nilai dan perspektif feminisme, berdasarkan pengalaman ketertindasan perempuan sebagai bahan dan kajian utamanya.

Baca Juga: BUKU BANDUNG (25): Si Pucuk Kalumpang, Dongeng Sunda Buhun dari Ajip Rosidi
BUKU BANDUNG (26): Tjiumbuleuit, antara Romantisme dan Realitas
BUKU BANDUNG (27): Rekam Jejak Bosscha dari Komunitas Sahabat Bosscha

Human Trafficking terhadap Perempuan dan Anak

Selain memaparkan langkah-langkah advokasi berperspektif feminis, buku ini juga memberikan banyak pemaparan tentang kasus-kasus perdagangan manusia yang banyak menimpa kaum perempuan dan anak. 

Praktik perbudakan modern ini rupanya masih banyak terjadi dan sering kali luput dari payung hukum. Berbagai studi menunjukkan, kasus human trafficking atau perdagangan manusia khususnya pada perempuan dan anak di Indonesia, kian memprihatinkan. 

Faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan manusia di antaranya, kemiskinan, krisis ekonomi, dan pendidikan yang rendah, sehingga korban mudah tertipu dan berakhir dipekerjakan di dunia prostitusi, pengemis, dan pekerja rumah tangga (PRT), tanpa persetujuan dirinya.

Selain itu, praktik-praktik diskriminatif seperti pernikahan usia dini, nilai semu keperawanan, dan pandangan perempuan tidak memerlukan pendidikan yang tinggi, merupakan faktor yang turut mendorong perdagangan perempuan jauh lebih banyak. Dalam konteks prostitusi di Indonesia, sejumlah wilayah di Jawa Barat seperti Kabupaten Karawang, Indramayu, Sukabumi, Cianjur, Bandung Selatan, Subang, Kuningan dan Pelabuhan Ratu, diidentifikasikan oleh beberapa peneliti sebagai daerah asal perempuan dan anak yang dipekerjakan sebagai pekerja seks. Sebagian besar dari mereka adalah korban perdagangan manusia.

Secara garis besar, buku ini amat cocok dibaca oleh para pelaku advokasi yang hendak menegakkan keadilan untuk korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, terutama bagi mereka yang terjerat praktik human trafficking. 

Di dalam buku ini, dipaparkan pula langkah-langkah strategi advokasi pemberantasan perdagangan manusia, khususnya pada perempuan dan anak. Ditelaah juga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, terkait kasus-kasus ini, sebagai bahan kritik maupun alat advokasi. 

Informasi buku

Judul: Bersama untuk Perubahan

Penulis: Ellin Rozana dan Sri Agustini

Editor: R. Valentina Sagala

Cetakan: I, Desember 2011

Jumlah Halaman: 184 hlm

Penerbit: Institut Perempuan, Kota Bandung

ISBN: 978-979-98392-7-5

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//