Mengganti Budaya Patriarki dengan Kesetaraan Gender, Dimulai dari Keluarga dan Sekolah
Budaya patriarki mengakar kuat di masyarakat. Keluarga dan institusi pendidikan turut menyuburkan budaya patriarki. Konsep kesetaraan gender perlu ditanamkan.
Jessiana Angelia Matthew
Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).
5 Agustus 2022
BandungBergerak.id - Saat ini kita hidup dalam dunia yang lebih didominasi laki-laki atau patriarki. Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, patriarki memiliki arti perilaku mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Perilaku mengutamakan tersebut berarti menganggap bahwa laki-laki memiliki derajat yang lebih tinggi daripada perempuan. Patriarki sendiri berasal dari kata patriarkat, yang berarti struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral, dan segala-galanya [Ade Irma Sakina, Dessy Hasanah Siti A. Menyoroti Budaya Patriarki Di Indonesia. Volume 7. Nomor 1. Hlm 72].
Berdasarkan pengertian tersebut, kita dapat melihat dengan sangat jelas bahwa konsep patriarki sangat bertolak belakang dengan konsep kesetaraan gender, di mana laki-laki dan perempuan dianggap setara dan memiliki derajat yang sama. Maka dari itu, patriarki adalah hambatan terbesar dan terberat dalam menumbuhkan pemahaman mengenai kesetaraan gender dalam masyarakat. Salah satu cara untuk memperjuangkan kesetaraan gender adalah dengan mengikis budaya patriarki yang kental dalam masyarakat, sebab budaya patriarki adalah hambatan terbesar dalam konsep kesetaraan gender. Namun, mengikis patriarki bukanlah hal yang mudah, karena untuk mengikisnya diperlukan adanya terobosan yang sistematis dalam pola pikir masyarakat.
Seperti disebutkan sebelumnya, patriarki dapat dikatakan sebagai budaya dalam masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena konsep patriarki telah diajarkan dan diturunkan tanpa sadar dari generasi ke generasi. Patriarki kemudian membentuk pola pikir masyarakat dan menjadi sebuah norma dan tolak ukur untuk menilai seseorang.
Kita dapat melihat adanya budaya patriarki dari hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari, contohnya dalam kehidupan keluarga. Seorang laki-laki dianggap sebagai kepala keluarga yang memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan dalam keluarga. Apa yang menjadi kehendaknya harus ditaati oleh seluruh anggota keluarga.
Contoh lainnya adalah perbedaan pandangan masyarakat terhadap kedua gender dalam bidang pekerjaan. Laki-laki sering kali dinilai lebih layak untuk memegang jabatan tertentu dibanding perempuan. Padahal, pandangan mengenai kedudukan gender seperti ini tentu saja salah. Patriarki hanya akan memberikan ketidakadilan pada perempuan dan tidak jarang membuat laki-laki merasa lebih superior dan berkuasa dibandingkan perempuan.
Kesetaraan Gender dan Hak Asasi Manusia
Untuk menumbuhkan adanya keadilan dan keseimbangan antara laki-laki dan perempuan, maka pemahaman mengenai kesetaraan gender menjadi sangat penting untuk ditumbuhkan dalam masyarakat. Secara harafiah, yang dimaksud dengan kesetaraan gender adalah suatu kesamaan akan kondisi yang ada bagi kaum laki-laki dan kaum perempuan [Zulkifli Ismail, Melanie Pita Lestari, Panti Rahayu, Fransiska Novita Eleanora. Kesetaraan Gender Ditinjau dari Sudut Pandang Normatif dan Sosiologis. 2020. Volume 26. Nomor 2. Hlm 157].
Laki-laki dan perempuan dianggap memiliki kodrat dan derajat yang sama, sehingga tidak ada gender yang dianggap superior. Pemahaman mengenai kesetaraan gender merupakan bentuk upaya dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Kesetaraan gender memberikan hak dan kewajiban yang setara, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dengan adanya kesetaraan gender, masyarakat dapat melihat perbedaan gender dengan objektif.
Sering kali masyarakat salah mengerti konsep seteraan gender sebagai persamaan gender. Masyarakat menganggap bahwa kesetaraan gender dapat tercapai ketika apa yang dilakukan laki-laki harus dilakukan pula oleh perempuan. Hal ini tentu keliru, karena kesetaraan gender tidak berbicara tentang hak dan kewajiban yang sama, tetapi setara. Setara artinya laki-laki dan perempuan memiliki bagiannya masing-masing, namun dalam perbedaan bagian tersebut, setiap gender memiliki derajat dan kedudukan yang sama dan seimbang.
Kesetaraan gender perlu ditanamkan sejak dini, agar di masa depan budaya patriarki dapat digantikan oleh konsep kesetaraan gender. Untuk membuat terobosan dalam menumbuhkan kesetaraan gender, diperlukan peranan dan keterlibatan dari banyak pihak, terutama orangtua dan lembaga pendidikan.
Peran orangtua menjadi sangat penting karena pendidikan dan pengetahuan pertama seseorang berasal dari lingkungan keluarganya. Apabila sejak kecil seorang anak telah ditanamkan arti kesetaraan dalam hal gender, maka ketika dewasa ia akan mampu menghargai dan menghormati orang lain.
Dalam memberikan pemahaman mengenai kesetaraan gender ini, orangtua harus memberikan contoh dari kehidupannya sendiri. Orangtua yang menjunjung kesetaraan gender akan dilihat dan dijadikan panutan oleh anak-anaknya.
Selain itu, kesetaraan gender juga dapat ditanamkan melalui pendidikan. Sering kali tanpa disadari, para pendidik mengelompokan muridnya berdasarkan gender. Seperti contohnya laki-laki dianggap lebih kuat sehingga dijadikan ketua kelas, sedangkan perempuan hanya dijadikan wakil ketua. Padahal, lembaga pendidikan seharusnya mengajarkan bahwa setiap gender memiliki peluang yang sama untuk menjadi pemimpin.
Baca Juga: UU TPKS Bukanlah Teori atau Aturan Tertulis Semata
SUARA SETARA: Kenapa Perempuan Harus Rapi?
Menjadi Seorang Nonbiner di Indonesia
Budaya Patriarki Memangkas Partisipasi Perempuan
Budaya patriarki sudah sepatutnya dihilangkan dari masyarakat, karena akan menimbulkan adanya ketidakadilan dan ketidakseimbangan dalam partisipasi perempuan. Patriarki yang sudah melekat juga akan membawa dampak negatif pada berkembangnya suatu generasi dan bangsa, sebab patriarki hanya akan menutup peluang dan kesempatan bagi perempuan dalam berbagai bidang.
Sebagai jawaban untuk menggantikan budaya patriarki, maka terciptalah konsep kesetaraan gender, di mana perempuan dan laki-laki memiliki hak yang setara, walaupun tetap memiliki bagiannya masing-masing. Kesetaraan gender perlu ditumbuhkan mulai dari hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari, seperti lingkungan keluarga dan pendidikan.
Namun, budaya patriarki akan tetap menjadi hambatan dalam perjuangan kesetaraan gender. Untuk itulah diperlukan adanya orang-orang yang turut mengambil peran dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Kita dapat memulai perjuangan tersebut dengan gerakan-gerakan di media sosial, lingkungan pertemanan, dll. Hal-hal kecil tersebut diharapkan dapat mengubah pola pikir masyarakat ke arah yang lebih baik sedikit demi sedikit.