• Berita
  • Monolog Protes Sampah Plastik dari Kampoeng Tjibarani

Monolog Protes Sampah Plastik dari Kampoeng Tjibarani

Bandung didera dalam beberapa bulan ini dinyatakan darurat sampah. Para pegiat komunitas berusaha membangun kesadaran lingkungan melalui seni.

Aktivis komunitas Kampoeng Tjibarani, Bandung, Aqli Syahbana saat bermonolog di Braga, Bandung, Sabtu malam, 28 Oktober 2023. (Foto: Trystan Ramadhane/BandungBergerak.id)

Penulis Trystan Ramadhane1 November 2023


BandungBergerak.idAktivis komunitas Kampoeng Tjibarani, Bandung, Aqli Syahbana menutup pameran “Bilik Tilik, Kotak Otak; Thinking of The Box” di Stocker House, Braga, Bandung, Sabtu malam, 28 Oktober 2023, dengan monolog tentang sampah plastik. Ia protes terhadap pengelolaan sampah di Kota Bandung.

Dalam monolognya, Aqli menggunakan plastik bungkus makanan ringan sebagai media utama, sebagai simbol dari maraknya penggunaan plastik untuk pembungkus makanan yang berakhir merusak lingkungan.

Di dalam sampah tersebut terdapat tulisan-tulisan yang memberikan kritik dan komentar tentang kondisi sampah plastik yang sudah menumpuk dan membahayakan lingkungan. Ia membacakan sejumlah keluh kesah masyarakat tentang penggunaan sampah plastik.

Aqli berharap kondisi darurat sampah di Kota Bandung dapat memberikan kesadaran untuk bersama-sama mewujudkan kota yang nyaman dan tidak meninggalkan dampak yang merusak alam bagi generasi selanjutnya.

“Kami berupaya untuk memberikan refleksi bagi para pengunjung bahwa fenomena yang terjadi saat ini yaitu kondisi darurat sampah di Kota Bandung dapat memberikan kesadaran untuk bersama-sama mewujudkan kota yang nyaman dan tidak meninggalkan dampak yang merusak alam bagi generasi selanjutnya,” kata Aqli.

Pameran “Bilik Tilik, Kotak Otak; Thinking of The Box” diselenggarakan oleh Extinctions Rebellion (XR) Indonesia sejak Kamis, 26 Oktober 2023 lalu. Acara ini bagian dari rangkaian Bandung Design Biennale 2023.

Isu lingkungan khususnya darurat sampah di Bandung Raya menjadi sorotan utama. Selain monolog dari Aqli Syahbana, acara penutupan pameran dimeriahkan penampilan musisi-musisi Bandung yang menyuarakan keresahannya melalui musik dan nyanyian tentang kondisi lingkungan dan pencemaran ekosistem baik di sungai maupun alam.

Mereka yang tampil antara lain Trashtronic, Ratimaya X Saman Esna, Adew Habsta, Tarawangsawelas X Neurotica Exotica. Mereka membawakan lagu-lagu tentang kondisi sosial politik.

“Sungai dan sampah ini merupakan persoalan yang penting untuk dibicarakan, karena kerusakanya sudah sangat kompleks” ucap Zi, perwakilan dari XR Indonesia.

Menurutnya, kampanye lingkungan terutama tentang sampah memerlukan dukungan atau kesadaran dari masyarakat Kota Bandung. Pameran ini diharapkan mampu membangun kesadaran tersebut melalui seni desain.

“Tidak hanya di isu lingkungan saja, tapi konsep ini juga menawarkan orang-orang yang memiliki minat pada desain untuk menyuarakan isu-isu lain” kata Zi ketika ditanyai mengenai alasan dipilihnya seni desain sebagai media utama dalam instalasi pameran yang ada.

Extinctions Rebellion memiliki fokus pada isu iklim dan ekologi. Dalam kegiatan ini, mereka melakukan pendekatan dengan melihat kondisi sampah dan sungai di Kota Bandung. Untuk itulah, mereka melakukan kerja sama dengan Kampoeng Tjibarani sebagai salah satu komunitas yang memiliki fokus utama pada sungai di Kota Bandung.

“Lewat Bilik Tilik Kotak Otak, kita mencoba melihat manusia, ruang dan waktu dan bagaimana itu semua saling berhubungan dengan isu lingkungan yang kami coba suarakan” kata Zi. “Kami merasa hal ini perlu untuk disebarkan secara lebih luas ke masyarakat”.

Baca Juga: Darurat Sampah Menjadi Pekerjaan Rumah Besar Penjabat Wali Kota Bandung
TPA Sarimukti Dikhawatirkan tak Sanggup Menampung Sampah Bandung Raya Januari 2024
Lagu Lama Membuang Sampah ke Sungai di Bandung

Bilik Tilik Kotak Otak

Di ruang pameran, terdapat instalasi Bilik Tilik Kotak Otak. Di dalam kotak, pengunjung dapat memberikan refleksi mereka dan menggunakanya sebagai sebuah media perantara dalam menyuarakan kepedulian tentang sampah dan pencemaran sungai yang ada di Kota Bandung.

Terkait dengan instalasi tersebut, pengunjung juga sebenarnya dapat melihat dan mengamati satu instalasi lain yang berlokasi di pinggiran sungai Cikapundung di kawasan Ciumbuleuit. Penempatan ini bertujuan untuk memberikan pesan bahwa dua lokasi yang berbeda dapat menyuarakan satu isu yang sama.

Adew Habsta, salah satu orang yang ikut menyumbangkan lagu pada kegiatan ini juga memiliki komentar terkait konsep dari kegiatan ini dalam melihat isu sampah dan sungai di Kota Bandung. Menampilkan beberapa lagu ciptaanya, ia juga mencoba untuk memberikan pesan bagi penonton tentang isu sampah dan sungai yang dibalut dengan kritik terhadap kondisi sosial dan politik di Kota Bandung.

"Menyuarakan tentang pencemaran sungai dan isu seputar sampah di Kota Bandung dapat disajikan dengan menggunakan lagu Hal ini tentu dapat menarik minat banyak orang untuk lebih kritis lagi,” ucap Adew.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Trystan Ramadhane, atau membaca artikel-artikel menarik lain tentang tentang Bandung Darurat Sampah

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//