• Kolom
  • MEMORABILIA BUKU (24): Moro Rezeki di “Moro Referensi” Unisba 2017

MEMORABILIA BUKU (24): Moro Rezeki di “Moro Referensi” Unisba 2017

Lapakan buku Moro Referensi melanjutkan kultur buku di Unisba era 2000-an. Hasil kerja sama pelapak buku dan Keluarga Mahasiswa Jurnalistik (KMJ) Unisba.

Deni Rachman

Pemilik Lawang Buku, pegiat perbukuan, dan penulis buku Pohon Buku di Bandung.

Foto bersama para peserta lapak buku dan panitia Moferen 2017. (Sumber foto: Deni Rachman).

26 Desember 2021


BandungBergerak.idMasih di bulan Desember, memorabilia buku bergulir ke tahun 2016 saat saya dan kawan-kawan Sarekat Buku bolak-balik ke kampus Unisba, Tamansari. Dua titik temunya di ruangan Keluarga Mahasiswa Jurnalistik (KMJ) dan Gedung Student Center (GSC), guna menyiapkan satu perhelatan buku di kampus. Moro Referensi namanya. Moro Referensi yang pertama berlangsung sebulan kemudian setelah pesiapan, dari 9 hingga 13 Januari 2017.

Jasa Baik Bapak Dosen

Guliran ide gelaran ini sebetulnya berawal dari pertemuan saya dengan Kang Yadi Supriadi di pertemuan tadarus buku Asian-African Reading Club. Kang Yadi sebagai dosen Fikom Unisba diundang sebagai pembicara. Seperti bertemu kawan lama, kami ngobrol cukup lama seusai tadarus. Ujungnya saya diundang main ke kampus Unisba sekaligus diajak membuat gelaran buku. 

Bak gayung bersambut, saya dan rekan Iiw Tualang Buku menindaklanjuti ajakan Kang Yadi itu. Saya berjanji bertemu di gedung Aquarium dan diajak oleh Kang Yadi ke lantai 2 tepatnya di ruangan Keluarga Mahasiswa Jurnalistik Unisba.

Di sana sudah menunggu sekumpulan kawan-kawan mahasiwa-mahasiswi, duduk lesehan di atas karpet merah bermotif. Adi ‘jangkung’ ada di antara mereka; yang masih saya ingat betul namanya. Tampak tumpukan buku, kardus, komputer, gitar, loker kayu, dispenser dan air galon merapat ke empat sisi dinding ruangan. 

Kang Yadi membuka obrolan dan menjelaskan maksud tujuan berkumpul hari itu. Tak lama, Kang Yadi sebagai bapak dosen berpamitan karena harus masuk kelas untuk mengajar. Tinggallah kami melanjutkan obrolan dengan kawan-kawan mahasiswa, yang baru kami kenal itu. 

Pertemuan pertama membahas gelaran buku. Yang berkemeja coklat membelakangi kamera adalah Kang Yadi Supriadi (dosen Fikom Unisba), Iiw Tualang Buku (berkemeja kotak-kotak), Adi Gustiawan (HMJ, berkaos hitam di tengah). (Sumber foto: Deni Rachman)
Pertemuan pertama membahas gelaran buku. Yang berkemeja coklat membelakangi kamera adalah Kang Yadi Supriadi (dosen Fikom Unisba), Iiw Tualang Buku (berkemeja kotak-kotak), Adi Gustiawan (KMJ, berkaos hitam di tengah). (Sumber foto: Deni Rachman)

Sejarah singkat Unisba

Saya mencoba menyegarkan kembali sekilas sejarah Unisba dari mulai gagasan hingga dinamai Unisba. Gagasan mendirikan universitas Islam muncul pada tahun 1957/1958 dari kesepakatan para tokoh umat Islam Jawa Barat yang menjadi anggota Konstituante. Guna menyiapkan kaderisasi pimpinan umat masa mendatang, maka didirikanlah kampus yang semula bernama Perguruan Islam Tinggi (PIT).

PIT didirikan pada 15 Nopember 1958 di Gedung Muslimin, Jalan Palasari N0.9 Bandung. Baru ada tiga fakultas hingga tahun 1962. Tahun 1960, aktivitas akademik pindah ke Jalan Pungkur (Jalan Abdul Muis) No. 73 Bandung (Informasi Umum Unisba, 2003).

Barulah pada tahun 1967, nama kampus berubah menjadi Universitas Islam Bandung seperti yang kita kenal sekarang (unisba.ac.id, 2021). Tahun 1972, kampus berpindah kembali ke Jalan Tamansari No. 1. Kampus baru ini dibangun secara bertahap di atas lahan seluas 10.808 m2 yang disediakan Pemkot Bandung. Dengan swadana masyarakat muslim, didirikanlah bangunan-bangunan semi permanen untuk ruang kuliah dan kantor, perpustakaan, masjid Al-Asy’ari serta aula serba guna. Karena jumlah mahasiswa semakin bertambah, dibangunlah kampus II di Desa Ciburial Dago.

Dari catatan sejarah, di tahun 1930-an lahan yang sekarang menjadi kampus Unisba dan Pasar Bunga Wastukancana adalah kuburan Belanda yang bernama Kerkhof Engelbert V. Bevervoordeweg. Permakaman tua ini sudah tak digunakan lagi sejak tahun tahun 1950-an dan mulai dibongkar tahun 1960-an (Sudarsono Katam, 2010).

Baca Juga: MEMORABILIA BUKU (21): Pertama Kali Masuk Televisi
MEMORABILIA BUKU (22): Soemardja Book Fair, Gelaran Buku Kolektif di ITB 2017-2019
MEMORABILIA BUKU (23): Berkelana ke Bandung Tempo Dulu di Kota Baru Parahyangan

Kilas Balik Gelaran Buku di Unisba

Lapakan buku di Unisba sebenarnya sudah menjadi kultur intelektual di sana. Setidaknya semenjak tahun 2000-an, saya pun diajak oleh rekan-rekan aktivis teater di Studi Teater Unisba (Stuba) untuk menggelar lapakan buku. Gedung Aquarium yang bak rumah kaca menjadi pilihan utama tempat lapakan. Saya dan buku-buku seperti ‘ikan-ikan’ berenang di tengah hilir-mudik mahasiswa berkuliah.

Stuba saat itu sedang punya perhelatan pertunjukan teater. Guna mencari dana usaha, salah satunya melalui penjualan buku, mereka mengajak saya berkolaborasi. Lapakan biasanya berpindah ke Aula Unisba atau ke gedung di luar Unisba tempat teater itu dipentaskan.

Guliran lapakan rupanya bersambung pascapementasan. Mereka bersedia secara swakelola rutin menjual buku. Saya pun turut senang atas inisiatif rekan-rekan ini. Sekadar menyebut beberapa nama pegiat teater Unisba yang turut dalam inisiatif buku ini ada Ima, Holis, Besti, Evi, Soleh, dan Sugeng.

Faktur konsinyasi saya siapkan dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Laporan penjualan tak ditenggat waktu. Terkadang sambil saya main atau ada acara di sana, saya mampir ke sekretariat Stuba dan mengecek stok buku. Kami berbagai keuntungan dari rabat buku.

Rabat merupakan istilah potongan harga buku. Dari harga jual, saya biasanya berbagai rabat 20-25 persen untuk kawan-kawan. Saya pun berbagi rabat dari penerbit sekira 10-15 persen. Rerata dari penerbit saya mendapat rabat antara 30-40 persen. Rantai distribusi buku ini secara organik terbentuk. Saya sebagai pemasok buku alias distributor, dan kawan-kawan mahasiswa berlaku sebagai reseller.  

Baru saya tahu kemudian mengenai informasi lapakan buku di kampus ini, dari pertemuan dengan Suhe di warung kopi Huemai beberapa hari lalu. Suhe, seorang aktivis saat menjadi mahasiswa Unisba di tahun-tahun 2005-an juga turut menjual buku-buku. Suhe mengajak Sugeng dan beberapa kawannya melapak buku di Aquarium.

Bedanya, Suhe membawa stok buku dari Bacabaca Bookmart yang beralamat di Sabuga. Kebanyakan buku yang dibawa adalah buku-buku terbitan KPG. Sedangkan saya waktu itu banyak menitipkan buku-buku terbitan indie Yogyakarta. Pasokan buku terbitan Yogyakarta itu saya dapatkan dari satu agensi buku di Cipadung Cibiru. Rohim Agency namanya. Terbitan-terbitan Yogyakarta yang bertemakan humaniora saat itu tak kalah menarik dan laris bersanding dengan terbitan KPG.  

Workshop Penerbitan Buku Indie oleh Andrias Arifin dari Sarekat Buku/Katarsis Books (Sumber foto: Deni Rachman).
Workshop Penerbitan Buku Indie oleh Andrias Arifin dari Sarekat Buku/Katarsis Books (Sumber foto: Deni Rachman).

Masa Persiapan Moferen 2017

Gong di pertemuan pertama sudah ditabuh dan berlanjut ke persiapan selanjutnya. Komunikasi dilanjutkan via Whatsapp. Pemberian nama, penentuan tanggal, dan pembagian tugas panitia menjadi agenda pertemuan selanjutnya.

Usul nama gelaran berasal dari rekan-rekan KMJ. Moro Referensi katanya. Disingkat Moferen. Nama yang keren menurut saya, menandakan doa buat sebuah nama gelaran buku. Diharapkan para mahasiswa, dosen, dan karyawan Unisba bisa moro (berburu) buku dan semoga tradisi moro buku ini bisa terus berlangsung kontinyu.

Yang menjadi tantangan buat panitia kolaborasi Sarekat Buku dengan KMJ adalah faktor SDM, waktu, dan cuaca. Sebagai panitia teknis, para mahasiswa sebentar lagi menghadapi Ujian Akhir Semester (UAS). Cuaca pun sedang musim penghujan, bahkan hujan turun hampir seharian. Keefektivan SDM, publikasi, dan acara harus menjadi andalan penyeimbang tantangan ini.

Secara sederhana, pembagian tugas panitia dibagi 2: untuk seluruh sarana dan urusan internal kampus dikelola KMJ, sedangkan urusan para pelapak dan acara dikelola Sarekat Buku. Pendanaan seminimalis mungkin, disokong oleh Sarekat Buku dan HMJ terutama pembuatan baligo.

Akhirnya ditentukanlah waktu pelaksanaan Moferen akan dilangsungkan dari Senin hingga Jumat, pada tanggal 9 – 13 Januari 2017. Undangan kepada para pelapak dibuat. Karena faktor cuaca, panitia menetapkan gelaran buku ini di tempat indoor, di GSC. Lokasi acara bertempat di bagian tengah GSC. Gedung Student Center terletak agak sebelah atas dari Aquarium terhubungkan oleh lahan parkir dan tangga batu.   

Acara disusun berkat bantuan jaringan Sarekat Buku. Mengingat waktu persiapan yang singkat, acara disusun dari kekuatan para pelapak juga. Para pelapak turut ambil bagian mengisi acara baik sebagai pemandu atau pengisi acara. Acara andalan di antaranya disiapkan pameran koran-koran lawas milik Indra Prayana (Jaringan Buku Alternatif). Dari penerbitan indie, Andrias Arifin (Katarsis Books) bersedia mengisi acara.

Hari H dan Susunan Acara

Berikut ini susunan acara dan susunan para pelapak buku pada Moferen, 9 – 13 Januari 2017:

Hari Pertama - Kelima, Senin – Jumat, 9 – 13 Januari 2017

10.00 - 17.00 : Bazaar Buku & Pameran Surat Kabar Lawas (Sarékat Buku, KMJ, SM)

Hari Ketiga, Rabu, 11 Januari 2016

10.00 - 17.00 : Bazaar Buku & Pameran Surat Kabar Lawas (Sarékat Buku, KMJ, SM)

12.30 - 13.30 : Workshop Kliping (Deni Rachman/Sarékat Buku)

13.30 - 15.00 : Bedah Buku “Perpustakaan Kelamin” (Sanghyang Mughni Pancaniti/Sarékat Buku)

15.00 - 15.30 : Pementasan Musik

15.30 - 17.00 : Bedah Film “Ini Scene Kami Juga” (Hera Mary/Kolektif Betina)

Hari Keempat, Kamis, 12 Januari 2016

10.00 - 17.00 : Bazaar Buku & Pameran Surat Kabar Lawas (Sarékat Buku, KMJ, Suara Mahasiswa/SM, Sudut Bumi)

13.00 - 14.30 : Bedah Buku (Hasbi/SM & Zahra Sarah/KMJ)

14.30 - 15.30 : Workshop Penerbitan Buku Indie (Andrenaline Katarsis/Sarékat Buku)

15.30 - 17.00  : Bedah Film “Awal” (Satu Lensa) 

Hari Kelima, Jumat (13 Januari 2016):

10.00 - 17.00  : Bazaar Buku & Pameran Surat Kabar Lawas (Sarékat Buku, KMJ, SM, Jakatarub, Sudut Bumi)

12.30 - 14.00  : Bedah Buku “Melangkahi Luka” (Jakatarub)

14.00 - 14.30  : Live Mural (KMJ)

14.30 - 15.30  : Workshop Penulisan Esai (SM)

16.30 - 17.00  : Pementasan Musik (Serayu) & Penutupan

Sedangkan para pelapak buku adalah anggota Sarekat Buku yang saat itu masih berjumlah enam orang: Tualang Buku, Jaringan Buku Alternatif, LawangBuku, Teras Buku, Katarsis Books, Toko Buku Kebul.

Acara ini terselenggara atas kerjasama Keluarga Mahasiswa Jurnalistik, Sarekat Buku, Suara Mahasiswa, Jakatarub, Sudut Bumi, Garasi 10, SvaTantra, Stuba, Jatiwangi Art Factory, Satu Lensa, Serayu, KabarKampus.com, dan buruan.co.

Sekadar Catatan Penutup

Posisi saya saat itu sedang membuka toko di sayap kanan pintu masuk Baltos lantai utama. Suasana jalur kios tersebut boleh dibilang tak seramai saat saya melapak buku di bawah eskalator. Guna meningkatkan penjualan, salah satu ikhtiar saya adalah memacu penjualan dengan moro rezeki di kampus-kampus. Sarekat Buku dibentuk saat itu juga di antaranya untuk menambah produktivas penjualan buku melalui usaha kolektif dan gelaran bersama yang lebih terkonsep.

Dengan adanya Moferen ini, saya sangat berterima kasih kepada Kang Supriadi dan kawan-kawan tim KMJ yang secara kolaboratif bersama Sarekat Buku menyelenggarakan Moferen ini. Acara berjalan lancar termasuk kemudahan fasilitas dan menarik sedikit demi sedikit para pengunjung. Moferen ini seakan-akan menjadi penyambung lagi temu buku yang pernah hidup di tahun 2000-an.

Di hari pertama, Kang Septiawan Santana, dosen Unisba sekaligus penulis buku-buku jurnalistik turut hadir dan berbelanja buku. Saya sendiri urung mengisi acara, karena tiadanya peminat workshop kliping. Baru kemudian di Moferen kedua tahun 2017, workshop itu terselenggara.

Moferen pertama usai, satu gelaran pertama produksi kolektif Sarekat Buku. Produksi gelaran pun banyak diperbaiki di gelaran Moferen selanjutnya. Satu memorabilia yang akan saya kisahkan tersendiri. Salambuku!

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//