• Berita
  • Pengelolaan Sampah seperti di TPA Sarimukti Rentan Terbakar karena Ledakan Gas Metana

Pengelolaan Sampah seperti di TPA Sarimukti Rentan Terbakar karena Ledakan Gas Metana

Kebakaran TPA di Indonesia terjadi serentak sepanjang musim kemarau ini. Pengelolaan sampah nasional mesti ditinjau ulang.

Sampah membludak TPS Tegallega, Bandung, Kamis, 12 Oktober 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana1 November 2023


BandungBergerak.idTempat Pemprosesan Akhir (TPA) sampah di Indonesia serentak mengalami kebakaran. Di Bandung, TPA Sarimukti lebih dulu mengalami kebakaran selama berbulan-bulan. Otoritas setempat sempat menuding pemicu kebakaran ini karena puntung rokok. Namun ada indikasi lain bahwa kebakaran justru terjadi karena akumulasi gas metana yang terpapar suhu panas karena kemarau ekstrem.

Selain TPA Sarimukti, kebakaran melanda TPA Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur, 20 Oktober 2023. Peristiwa serupa juga terjadi di lima titik TPA di wilayah di Jawa Tengah, mulai dari TPA Pesalakan Kabupaten Pemalang pada 1 September 2023, TPA Muarareja Kota Tegal pada 2 September 2023, TPA Putri Cempo Solo pada 16 September 2023, TPA Jatibarang Semarang. Dua bulan sebelumnya, terjadi kebakaran di TPA Penujah Kabupaten Tegal (26 Juni 2023).

Bencana kebakaran yang terjadi di TPA-TPA tersebut mengingatkan pada tragedi longsor TPA Leuwigajah, Kota Cimahi pada 21 Februari 2005. Peristiwa longsor sampah yang diiringi ledakan keras ini menewaskan 143 korban jiwa.  

“Akumulasi gas metan dari tumpukan sampah meledak dengan keras diikuti longsor sampah yang menewaskan 143 korban jiwa,” demikian tulis Indra Jaya Wiranata, Astiwi Inayah, Tety Rachmawati dalam Jurnal Hubungan Internasional Indonesia, diakses Rabu, 1 November 2023.  

Dalam jurnal berjudul “Praktik Pengelolaan Sampah Terbaik Dunia: Analisis Kelemahan Bandar Lampung” itu disebutkan, TPA-TPA di Indonesia bersifat open dumping, yaitu pembuangan sampah terbuka tanpa pemilahan.

TPA open dumping seperti TPA Leuwigajah maupun TPA-TPA yang dilanda kebakaran akhir-akhir ini menimbulkan banyak dampak kesehatan, pencemaran, estetika, dan masalah sosial. “TPA yang dioperasikan dengan metode ini akan menghasilkan produk sampingan berupa gas metana dan cairan lindi,” tulis para penulis yang merupana dosen Hubungan Internasional Universitas Lampung.

Pada kasus kebakaran TPA Tlekung, Manajer Pembelaan Hukum dan Kebijakan Publik Walhi Jawa Timur Pradipta Indra Ariono memaparkan TPA ini merupakan satu-satunya TPA yang dimiliki oleh Kota Batu sejak 2009 hingga sekarang.

Peran TPA Tlekung mirip TPA Sarimukti yang juga satu-satunya TPA yang melayani pembuangan sampah di Bandung Raya.

Menurut Pradipta, luas TPA Tlekung hanya kurang lebih 6 hektare dengan beban sampah yang harus ditampung baik organik, anorganik, dan B3 dari 19 desa dan 5 kelurahan dengan produksi sampah mencapai angka 120-130 ton per hari, bahkan pada akhir pekan atau musim libur bisa mencapai 160 ton per hari.

Selain besarnya beban sampah yang harus dikelola TPA Tlekung, dalam melakukan pengelolaan sampah masih menggunakan sistem open dumping atau menumpuk sampah pada lahan yang disediakan tanpa dilakukan pemilahan terlebih dahulu.

Pradipta menyatakan, sistem pengelolaan open dumping sudah dilarang sejak tahun 2008, hal ini dijelaskan pada pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang menyatakan “Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.”

TPA Tlekung open dumping menyebabkan munculnya gunungan sampah setinggi 20 meter yang berpotensi mengalami longsor. Selain itu dampak negatif dari penggunaan sistem open dumping adalah tercemarnya air dan tanah yang disebabkan oleh air lindi, gas metana, karbon dioksida, amoniak, hidrogen sulfida dan zat lainnya yang dapat menimbulkan reaksi biokimia hingga terjadi ledakan dan kebakaran.

“Peristiwa tersebut kemudian diperburuk dengan adanya kondisi cuaca ekstrem yang terjadi di tahun 2023 di mana pulau jawa diprediksi akan mengalami kenaikan suhu udara sehingga dibutuhkan mitigasi terhadap potensi bencana yang akan terjadi,” tulis Pradipta, diakses dari laman Aliansi Zero Waste Indonesia. 

Sama seperti TPA Tlekung, kebakaran di TPA Sarimukti diduga kuat bersumber dari gas metana. Otoritas setempat sempat menuding bahwa penyebab awal kebakaran TPA di Cipatat, Kabupaten Bandung Barat ini karena puntung rokok yang dibuang sembarangan. Namun pegiat lingkungan menemukan indikasi lain bahwa adanya akumulasi gas metana yang memperparah kejadian kebakaran sehingga api sulit dipadamkan. 

Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mencatat, kebakaran TPA Sarimukti merupakan salah satu puncak gunung es dari pengabaian sistematis jangka panjang yang telah dilakukan oleh semua level pemerintahan. Terlepas dari data KLHK yang menyebutkan ada 364 TPA di Indonesia, 33 persen Open Dumping, 55 persen Controlled Landfills, dan sisanya 12 persen Sanitary Landfills.

Namun kenyataannya, AZWI menilai mayoritas TPA di Indonesia dalam posisi krisis dan terbukti masih banyak praktik open dumping.

“Open dumping merujuk pada praktik pembuangan sampah atau limbah secara sembarangan dan tidak teratur di tempat-tempat yang tidak sesuai. Praktik ini memiliki dampak buruk yang signifikan terhadap lingkungan, kesehatan manusia, serta keberlanjutan ekosistem,” ujar pegiat lingkungan dari Walhi Jawa Barat Meiki W Paendong.

Baca Juga: Sosialisasi tentang Status Darurat Sampah kepada Warga Bandung belum Maksimal
Darurat Sampah, Pemkot Bandung Seharusnya Menjalankan TPS Terpilah
Bandung Lautan Sampah dalam Bingkai Foto dan Kaus

Pemerintah Pusat dan Daerah Harus Serius

Pemerintah Pusat dan Daerah seharusnya sejak awal memberikan perhatian serius terhadap kondisi TPA di Indonesia. Kebakaran TPA dapat dicegah dan tidak terjadi berulang dengan membenahinya menjadi sistem controlled dan sanitary landfill. Biaya yang dikeluarkan akibat kebakaran TPA bisa jadi jauh lebih besar dibandingkan biaya pembelian tanah tutupan harian atau mingguan. Selain itu biaya dan dampak kesehatan terhadap warga yang berisiko (populations at risks) juga tinggi.

Kejadian terbakarnya TPA Sarimukti menjadi potret buruk dari praktik open dumping, dimana kondisi sampah tercampur dalam tempat pembuangan sampah terbuka, seringkali ada banyak bahan mudah terbakar seperti kertas, plastik, dan bahan organik. Jika bahan-bahan ini terkena api atau panas yang tinggi, mereka dapat dengan mudah terbakar dan memicu kebakaran. Parameter yang menjadi perhatian adalah karbon monoksida, hidrogen sulfida, merkuri, dioksin, furan, bahan-bahan kimia organik dan anorganik lain.

Beberapa bahan kimia yang terakumulasi dari sampah dapat bereaksi dengan air atau udara, menghasilkan gas metana yang mudah terbakar atau bahkan pencetus percikan api kecil. Jika sampah ini tidak dikelola dengan benar dan terjadi reaksi kimia yang tak terkendali, kebakaran bisa terjadi

“Pengoperasian TPA sudah tidak diperbolehkan lagi dengan sistem terbuka (open dumping), standar Indonesia minimal harus controlled landfill dengan tutupan urugan tanah harian atau mingguan agar kebakaran dan pencemaran lingkungan dapat dicegah,” tegas Yuyun Ismawati selaku Senior Advisor Nexus3 Foundation.

Yuyun menambahkan, setiap TPA harus memiliki SOP terutama pada musim kemarau, ada tanda larangan merokok atau bawa api yang cukup jelas, ada arahan menghadapi percikan api sampai terjadi kebakaran besar dan ‘warning system’ agar warga waspada.

“Panduan teknis pemadaman api harus dikeluarkan dan sebaiknya dengan menggunakan urugan tanah, pakai air hanya waktu awal dan hindari penggunaan AFFF/fire foam, karena mahal dan lebih beracun (mengandung PFAS),” tambahnya.  

* Kawan-kawan yang baik dapat menyimak tulisan-tulisan lain Iman Herdiana, atau artikel-artikel lain tentang Bandung Darurat Sampah

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//